CHIO Tau merupakan tradisi pernikahan etnis Tionghoa yang kental dengan unsur budaya. Prosesi Chio Tau terdiri atas 13 ritual yang harus dilewati calon pasangan suami-istri.
Tradisi sekali seumur hidup Chio Tau bukanlah sembarang upacara bagi warga Tionghoa. Tradisi ini merupakan titik balik dari dunia remaja dan dunia dewasa di hadapan Tuhan.
General Manager Mal Ciputra Jakarta, Ferry Irianto, menjelaskan bahwa upacara Chio Tau (Shang Dou dalam bahasa Mandarin) secara harfiah berarti menata kepala atau menata rambut. Masyarakat Tionghoa yang belum melakukan Chio Tau berarti belum sah secara tradisi.
Sayangnya, upacara tradisional Tionghoa ini sudah hampir punah akibat modernisasi, keterbatasan biaya, dan lingkungan. "Betapa tidak, upacara ini memiliki total 13 langkah yang harus dilakukan berurutan," kata Ferry saat ditemui di Mal Ciputra Jakarta, Minggu (5/2/2012).
Pada Chio Tau yang digelar Mal Ciputra Jakarta hari ini, terlihat 20 pasangan mengkuti. Dikatakan Ferry, semua pasangan sudah menikah, bahkan ada yang sudah memiliki anak. Usia rata-rata para mempelai antara 20-50 tahun.
Berikut 13 rangkaian prosesi Chio Tau:
Penghormatan di meja sam kai (leluhur)
Awal upacara, orangtua mempelai memasang lilin di meja Sam Kai, di depan gantang yang berisi beras dan perangkat yang diletakkan di sebuah meja. Dilanjutkan dengan memasang dupa (hio) oleh orang tua agar upacara berkalan lancar. Pengantin lalu digandeng orangtua di tangan kirinya. Pengantin juga ikut memasang hio di meja Sam Kai.
Penyisiran rambut
Pengantin duduk di atas kursi yang diletakkan di atas tampah. Naik tampah berarti pengantin memasuki dunia rumah tangga sehingga ia harus hidup mandiri. Pengantin pria mengenakan baju putih dan perempuan mengenakan atasan putih dengan bawahan kain onde. Rambut pengantin disisir sebanyak tiga kali dengan ditarik lurus. Lalu adik paling kecil dari mempelai wanita menyisir dengan harapan 'panjang jodoh, panjang umur, dan panjang rejeki'.
Pemberian uang pelita
Pengantin menerima uang pelita yang digunakan untuk modal dagang bagi keluarga barunya. Uang ini diletakkan di dalam gantang berisi beras.
Pemakaian baju pengantin
Pengantin perempuan akan dipasang kembang goyang 25 bunga dan burung Hong sebagai lambang putri raja. Hal ini dimaksudkan agar mempelai menjadi ratu sehari. Pengantin wanita lalu dipasangkan kun (rok) warna hijau menutupi celana panjang. Pengantin pria dipakaiakan baju Chio Tau seperti baju pejabat Mandarin di jaman kekaisaran.
Pai Ciu
Orangtua memberikan ciu (arak beras) kepada anak agar berani tumbuh dan bernyali menghadapi kehidupan dalam keluarga baru.
Makan 12 mangkuk
Pengantin harus memakan hidangan dalam 12 mangkuk kecil sebagai simbol makanan tiap bulan sepanjang tahun. Sepasang bocah pendamping mendampingi proses ini.
Makan nasi melek
Ini adalah simbol suapan terakhir dari ibu yang memberi makan terakhir kali kepada pengantin. Ayahnya juga menyuguhkan minuman terakhir. Arti dari proses ini adalah bahwa tugas orang tua telah selelsai dalam membimbing anaknya.
Pemasangan oto dan kerudung
Pengantin perempuan memakai oto (kantong yang diikat di perut) yang berisi buku Tong Shu, angpao, dan kue. Hal ini berarti orang tua membekali anak perempuannya dengan pengetahuan dan panganan. Pemasangan kerudung hijau melambangkan pelepasan orangtua untuk diserahkan pada pengantin lelaki.
Sawer
Pengantin disawer oleh kedua orang tua berupa beras kuning dan uang logam. Itu bertujuan agar pengantin mendapat berkah yang melimpah.
Sembahyang kawin
Pengantin melakukan sembahyang kawin dengan pemasangan dupa di meja Sam Kai untuk berterimakasih kepada tuhan.
Soja pengantin
Pengantin lelaki bersoja tiga kali menghormati si perempuan yang dalam posisi duduk. Hal ini melambangkan niat baik dan penghormatan bagi teman hidup. Dilanjutkan dgn membuka kerudung hijau yang dikenakan pengantin perempuan dgn menggunakan kipas yang dipegang oleh pengantin pria.
Pengantin pria lalu melepas oto yang dipasang di pengantin perempuan, sementara pengantin perempuan membuka satu kancing baju pengantin lelaki. Hal ini sebagai lambang dimulainya kehidupan rumah tangga.
Suap-suapaan pengantin
Saling suap-suapan onde, buah atap (kolang kaling), kue lapis, dan agar-agar. Makna onde adalah kehidupan rukun, buah atap adalah mantap menapaki hidup, kue lapis adalah rejeki berlapis, agar-agar adalah lambang perkawinan tetap segar.
Teh pay
Kedua pengantin menyuguhkan teh pada orang tua, yang dibalas dengan pemberian angpao sebagai bekal hidup. Dengan ini, penikahan Chio Tau telah sah dilakukan.
| Sumber |